adult learning


Ada beberapa prinsip dasar dalam pengembangan kurikulum yang pernah diterapkan ( kurikulum 1975, 1984 dan 1994 ), dan prinsip seperti ini menjadi patokan utama dalam pengembangan sebuah kurikulum, yaitu . :1. Prinsip relevansiPrinsif relevansi maksudnya bahwa kurikulum harus serasi, sesuai dengan tuntutan masyarakat.Relevansi ini, meliputi :a. Relevansi dengan lingkungan peserta didikb. Relevansi dengan kehidupan sekarang dan akan datangc. Relevansi dengan tuntutan dunia kerjad. Relevansi dengan perkembangan IPTEK2. Prinsip efektivitas dan efesiensia. Prinsip efektivitasEfektivitas maksudnya apa yang termuat dalam kurikulum memang berhasil guna untuk mencapai tujuan yang diharapkan.Misalnya efektivitas mengajar guru, dimaksudkan bagaimana pembelajaran yang dilakukan guru berhasil guna mencapai tujuan pendidikan. Begitu juga efektivitas belajar murid dalam mencapai tujuan pembelajaran akan banyak ditentukan oleh berbagai faktor yang semuanya harus diperhatikan, agar belajar mereka efektif mencapai tujuan yang ditetapkan.c. Prinsip EfesiensiPenyusunan dan pengembangan kurikulum harus memegang prinsip efisiensi atau prinsip pemberdaya gunaan, maksudkan muatan program harus betul-betul direncanakan sesuai dengan perencanaan waktu, tenaga dan peralatan serta biaya yang digunakan.3. Prinsif kuntinuitasPrinsip kontinuitas ( kesinambungan ) maksudnya kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kontinuitas program dengan jenjang di bawah dan atau di atasnya. Untuk ini ada 2 hal yang harus diperhatikan :a. Bahan pelajaran yang diperlukan untuk jenjang yang lebih tinggi, danb. Bahan Pelajaran yang diperlukan pada jenjang dasar di bawahnya.4. Prinsip FleksibilitasFleksibilitas maksudnya tidak kaku atau elastis, maksudnya kurikulum dikembangkan sedemikian rupa dengan memperhatikan kemudahan dalam bertindak, seperti bagi peserta didik disediakan adanya program pilihan dan penjurusan serta program specialisasi sesuai dengan minatnya. Kurikulum juga memberi ruang gerak yang leluasa bagi peserta didik yang punya kelebihan ( IQ ) untuk menyelesaikan program pendidikan lebih cepat.Begitu juga fleksibilitas dalam pengembangan program bagi guru5. Prinsip berorentasi ke TujuanPertama yang dilakukan dalam pengembangan kurikulum adalah penetapan tujuan, kemudian baru segala sesuatunya seperti materi, metode, alokasi waktu, media, evaluasi, dsb. dikembangkan dengan mengacu kepada tujuan tersebut.6. Prinsip Pendidikan seumur hidupKurikulum dikembangkan dengan harapan dapat memenuhi tuntutan dalam mencetak “pelajar seumur hidup”, karenanya apa yang ada di dalam kurikulum harus mampu memberikan dasar-dasar bagi peserta didik untuk menjadi pelajar seumur hidup itu, termasuk menghadapi masa mereka keluar dari lembaga pendidikan formal.7. Prinsip mengacu pada model pengembangan kurikulumKurikulum pada harus dianggap sebagai sesuatu yang siap dikembangkan ~ dilaksanakan ~ di evaluasi ~ dianalisa/ direvisi dan selanjutnya dikembangkan kembali.Karena memegang berbagai prinsif ini maka kurikulum hendaknya setiap saat dikembangkan relevan dengan perkembangan lingkungan peserta didik, penyiapan kehidupan sekarang dan akan datang, perkembangan tuntutan dunia kerja dan atau perkembangan dunia Ilmu Pengetahuan dan teknologi yang sedemikian cepat dan canggih, untuk terus menerus mencari hal yang lebih efektif dan efisien dalam mencapai tujuan yang maksimal, berupaya mencari model pengembangan yang paling maksimal dalam mencapai tujuan , menuju arah yang semakin dapat menjamin fleksibelitas pendidik dan peserta didik serta dapat mengupayakan peletakan dasar-dasar yang semakin mumpuni bagi peserta didik untuk menjadi pelajar seumur hidup.D. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHPENGEMBANGAN KURIKULUMAda berbagai faktor yang mempengaruhi pengembangan kurikulum, yaitu :a. Filsafat dan Tujuan PendidikanFilsafat pada dasarnya adalah suatu pandangan hidup yang dianut oleh setiap orang, yang menjadi dasar untuk memandang dan melandasi suatu tindakan/ perbuatan.Manakala suatu filsafat sudah menjadi sistem nilai dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka ia dapat menjadi acuan yang tentu sangat mempengaruhi segala apa yang dibuat dan dilakukan oleh bangsa itu, termasuk penentuan tujuan pendidikannya.Selanjutnya Tujuan Pendidikan itu akan terus mempengaruhi dan menentukan arah pendidikan di negara itu, termasuk pembuatan dan pengembangan kurikulum di negara itu.b. Sosial Budaya Penyusunan KurikulumKarena sekolah sebagai suatu institusi sosial dibentuk dan dikembangkan untuk memenuhi tuntutan dan harapan masyarakat, maka dengan sendirinya kekuatan sosial budaya akan sangat berpengaruh bagi kurikulum suatu sekolah.Ada berbagai kekuatan sosial yang sangat berpengaruh terhadap kurikulum yang menurut Ganjar Nugraha Jiwa Praja adalah unsur pokok kebudayaan, yaitu :1) Alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan2) Organisasi ekonomi3) Sistem norma-norma yang memungkinkan kerjasama antar para anggota masyarakat agar menguasai alam sekitar.4) Perlengkapan dan peralatan hidup manusia5) Sistem kemasyarakatan6) Bahasa7) Kesenian8) Sistem Pengetahuan9) Relegi ( sistem kepercayaan )c. Psikologi Penyusunan KurikulumKurikulum merupakan acuan dan pedoman dalam penyelenggaraan pendidikan bagi peserta didik, maka muatan kurikulum yang merupakan pengalaman belajar harus selaras dengan perkembangan kejiwaan peserta didik yang disesuaikan dengan faktor yang mempengaruhi belajar mereka.Ada berbagai landasan psikologis, yang manakala ditetapkan sebagai penyusunan kurikulum akan mempengaruhi terus menerus dalam pengembangan kurikulum itu, yaitu :1) Pandangan tentang pengertian belajar2) Teori belajard. Siswa sebagai dasar Penyusunan KurikulumPendidikan akan lebih menarik dan bermakna bagi peserta didik manakala ia disesuaikan dengan kebutuhan jasmani, sosial dan intelektual peserta didik.Segala hal yang berhubungan dengan siswa yang harus diperhatikan dan tentu akan berpengaruh bagi pengembangan kurikulum yaitu :1) Siswa sebagai anggota masyarakat2) Siswa sebagai individu yang sedang tumbuh dan berkembang, baik aspek pertumbuhan dan perkembangan fisiologisnya, aspek psikologisnya atau pun perubahan yang datang dari pengaruh lingkungan dan kultur dimana ia hidup.
4) Deplopmental Task
Deplopmental Task yaitu tugas-tugas yang muncul dalam periode tertentu dalam kehidupan seseorang, yang biasanya merupakan dasar bagi kebahagiaan dan keberhasilan menjalankan tugas-tugas tertentu dalam perkembangan dan pertumbuhan dia selanjutnya.
e. Prinsip, Organisasi, Bentuk dan Struktur Kurikulum
Suatu prinsif, organisasi, bentuk atau pun struktur kurikulum yang ditetapkan untuk penyusunan kurikulum, tentu akan sangat mempengaruhi pengembangan kurikulum selanjutnya.
Misalnya pada penyusunan kurikulum ditetapkan berorientasi kepada tujuan sebagai salah satu prinsipnya, maka secara otomatis pengembangan kurikulum tersebut sampai tingkat aktualisasinya harus berorientasi kepada tujuan itu, dan begitulah seterusnya, termasuk organisasi, bentuk dan struktur kurikulum itu jika kita tetapkan sebagai sesuatu hal yang harus jadi landasan utamanya.
E. INSTITUSI PENGEMBANG KURIKULUM
Sebagaimana dikemukakan di atas, tingkatan kurikulum dapat dibedakan dalam 3 tingkatan, maka kita meninjau lembaga pengembang kurikulum ini pun berdasarkan tingkatan-tingkatan tersebut, sebagai berikut :
e. Kurikulum Tingkat Institusi
Kurikulum Tingkat Institusi adalah kurikulum yang harus dipedomani dalam menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran secara umum di suatu sekolah.
Kurikulum Tingkat Institusi ( lembaga ) ini dikenal dengan Buku I Tingkat Lembaga, yang biasanya memuat Tujuan Umum dan Khusus suatu lembaga, Ruang Lingkup dan Jabaran Mata Pelajaran yang harus diajarkan pada suatu lembaga berikut dengan alokasi waktu per mata pelajaran tersebut.
Kurikulum Tingkat Lembaga ini biasanya juga dilengkapi dengan pedoman umum penyelenggaraan kegiatan, seperti pedoman administrasi ( sekolah dan guru ), pedoman evaluasi, dll.
Lembaga pengembang pada tingkatan ini adalah mereka yang punya kewenangan menentukan arah/ dan kebijakan umum lembaga-lembaga pendidikan yang diselenggarakannya, dan merekalah yang bertugas mengembangkan kurikulum pada tingkatan ini, seperti Depdiknas ( secara nasional ) , Dep. Agama ( lembaga pendidikan diselenggarakannya ) , Dep.Hankam ( lembaga pendidikan yang diselenggarakannya ), dll atau Yayasan tertentu yang juga menyelenggarakan pendidikan sendiri.
f. Kurikulum Tingkat Mata Pelajaran
Kurikulum Tingkat Mata Pelajaran dikenal dengan GBPP ( garis-garis Besar Program Pengajaran ) atau Syllabus atau Kurikulum Mata Pelajaran.
Kurikulum pada tringkat ini, memuat Pengertian, Tujuan, rambu-rambu dan Program pengajaran untuk MP tertentu.
Kurikulum pada tingkat ini biasanya juga ditunjang dengan pedoman strategi pembelajaran dan pedoman evaluasi program.
Lembaga pengembang pada tingkatan ini adalah instansi atau lembaga atau yayasan penyelenggara penidikan, seperti Depdiknas ( secara nasional ) , Dep. Agama (lembaga pendidikan diselenggarakannya ) , Dep.Hankam ( lembaga pendidikan yang diselenggarakannya ), dll atau Yayasan tertentu yang juga menyelenggarakan pendidikan sendiri atau nanti untuk di era otonomi daerah maka bisa juga suatu badan yang secara khusus menangani penyelenggaraan pendidikan, baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten dan bahkan bisa jadi untuk kurikulum MP tertentu dibuat oleh lembaga yang bersangkutan (tentu dengan melibatkan berbagai pihak yang terkait dan punya kompetensi dalam hal itu), tentu dengan tetap memperhatikan aspek-aspek kepentingan nasional.
g. Kurikulum Tingkat Operasional
Kurikulum Tingkat Operasional adalah Lesson Plan ( Rencana Pelajaran) yang dibuat dan akan dilaksanakan oleh guru di dalam pertemuan tatap muka.
Pada tingkatan ini lembaga pengembangnya adalah Guru atau Tenaga Kependidikan yang bertugas melakukan aktualisasi kurikulum itu dalam kegiatan tatap muka sehari-hari.
faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan kurikulum
A.      PendahuluanSalah satu upaya membina dan membangun generasi muda yang tangguh dan mumpuni diantaranya adalah melalui pendidikan, baik yang diberikan dalam lingkungan keluarga, melalui pendidikan formal di sekolah, maupun pendidikan dalam lingkungan masyarakat. Oleh karena itu sekolah sebagai lembaga pendidikan formal harus ditentukan oleh adanya pelaksanaan kurikulum sekolah itu. Keberhasilan sumber daya manusia dalam segi pendidikan sangat dipengaruhi oleh adanya pemahaman seluruh personal di sekolah itu dalam melaksanakan kurikulum.
Secara teoritis, kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat: pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, seni dan budaya, pendidikan  jasmani dan olah raga, keterampilan atau kejuruan. (UUSPN No. 20 tahun 2003 pasal 37 ayat 1). Pada dasarnya kurikulum adalah suatu cara untuk mempersiapkan siswa agar berpartisipasi sebagai anggota yang produktif dalam masyarakatnya. Dalam kurikulum berbasis kompetensi (KBK) mengenai sasaran penelitian dan pengembangan kurikulum adalah diperolehnya kompetensi lulusan yang sesuai dengan berbagai tuntutan pasar. KBK kemudian mendapat tanggapan, kritik dan saran dari pada praktisi serta masyarakat mengenai substansi isi kurikulum tersebut sehingga dikembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang diharapkan menjadi lebih baik dan sesuai perkembangan ilmu dan teknologi serta sesuai dengan semangat desentralisasi. Seluruh komponen bangsa ikut memberikan dorongan bagi penyelenggara pendidikan untuk selalu melakukan proses perbaikan, modifikasi, dan evaluasi pada kurikulum yang digunakan.
Di dalam proses pengendalian mutu pendidikan, kurikulum merupakan perangkat yang sangat penting karena menjadi dasar untuk menjamin kompetensi keluaran dari proses pendidikan. Kurikulum harus selalu diubah secara periodik untuk menyesuaikan dengan dinamika kebutuhan pengguna dari waktu ke waktu. 
   
B.      Rumusan Masalah            Dari uraian latar belakang masalah yang telah diuraikan tersebut, dan agar permasalahan lebih mudah untuk dibahas, maka dalam makalah ini penulis merumuskan permasalahan pada faktor-faktor apakah yang mempengaruhi upaya pengembangan kurikulum?
C.      Pembahasan1.      KurikulumKurikulum dipandang sebagai suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses belajar mengajar di bawah bimbingan dan tanggungjawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya. Menurut Hamalik (1995:18) dinyatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Ahli kurikulum Hilda Taba sebagaimana dikutip oleh  Nasution (2001:7) berpendapat bahwa “pada hakikatnya tiap kurikulum merupakan suatu cara untuk mempersiapkan anak agar berpartisipasi sebagai anggota yang produktif dalam masyarakat”. Tiap kurikulum, bagaimanapun polanya, selalu mempunyai komponen-komponen tertentu, yakni pernyataan tentang tujuan dan sasaran, seleksi dan organisasi bahan dan isi pelajaran, bentuk dan kegiatan belajar dan mengajar, dan akhirnya evaluasi hasil belajar. Perbedaan kurikulum terletak pada penekanan pada unsur-unsur tertentu.
Kunikulum yang dibutuhkan di masa yang akan datang yaitu kunikulum yang berbasis kompetensi. Kompetensi dikembangkan untuk memberikan keterampilan dan keahlian bertahan hidup dalam perubahan, pertentangan, ketidakmenenentuan, ketidakpastian, dan kerumitan-kerumitan dalam kehidupan. Kurikulum berbasis kompetensi dapat diartikan sebagai konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu (Mulyasa, 2002:39).Pada perkembangan selanjutnya, diberlakukan kurikulum tingkat satuan pendidika (KTSP) yaitu kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. Sekolah diberi keleluasaan merancang, mengembangkan, dan mengimplementasikan kurikulum sekolah sesuai dengan situasi, kondisi, dan potensi keunggulan lokal yang dapat dimunculkan oleh sekolah. Sekolah dapat mengembangkan standar yang lebih tinggi dari standar isi dan standar kompetensi lulusan (Abd. Halim Fathan, 2007: 2).
2.      Pengembangan KurikulumPerubahan kurikulum, dalam arti pengembangan, tentu akan berdampak terhadap kesiapan sekolah dan guru untuk mengimplementasikan di depan kelas. Mekanisme pengembangan kurikulum dapat dilakukan sebagai berikut. Tahap pertama penguasaan manajemen pengembangan kurikulum. Seorang guru yang akan mengembangkan kurikulum dituntut menguasai manajemen pengembangan kurikulum. Dalam mengembangkan kurikulum, setidaknya guru akan menemui delapan problem. Pertama, bagaimana membatasi ruang lingkup atau keluasan materi. Kedua, bagaimana mengaitkan relevansi materi dengan kompetensi yang dibutuhkan. Ketiga, bagaimana memilih materi agar ada keseimbangan untuk peserta didik maju dan yang lamban belajar, keseimbangan antara tuntutan pembangunan daerah dan nasional. Keempat, bagaimana mengintegrasikan materi yang satu dengan materi lainnya sehingga tidak terjadi duplikasi. Kelima, bagaimana mengurutkan materi dan kompetensi yang diperlukan. Keenam, bagaimana agar materi atau kompetensi berkesinambungan dan berjenjang. Ketujuh, bagaimana merealisasikan artikulasi materi atau kompetensi secara menyeluruh. Terakhir, bagaimanakah materi atau kompetensi yang diberikan dapat menjangkau masa depan alias memiliki daya guna bagi kehidupan peserta didik.
KTSP dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah. Pengembangan KTSP mengacu pada standar isi (SI) dan standar kompetensi lokal (SKL) dan berpedoman pada panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP, serta memperhatikan pertimbangan komite sekolah/madrasah.
3.      Prinsip Pengembangan KurikulumPrinsip pengembangan KTSP adalah (1) Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya; (2) Beragam dan terpadu; (3) Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; (4) Relevan dengan kebutuhan kehidupan; (5) Menyeluruh dan berkesinambungan; (6) Belajar sepanjang hayat; (7) Dan seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, KTSP sangat relevan dengan konsep desentralisasi pendidikan sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah dan konsep manajemen berbasis sekolah (MBS) yang mencakup otonomi sekolah di dalamnya. Pemerintah daerah dapat lebih leluasa berimprovisasi dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Sekolah bersama komite sekolah diberi otonomi menyusun kurikulum sendiri sesuai dengan kebutuhan di lapangan (Abd.Halim Fathan, 2007: 2).
Penyusunan KTSP untuk pendidikan khusus dikoordinasi dan disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi, dan berpedoman pada SI dan SKL serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP. Panduan pengembangan kurikulum disusun antara lain agar dapat memberi kesempatan peserta didik untuk belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, belajar untuk memahami dan menghayati, belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain, dan belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum.
Penyusunan KTSP juga harus mengikuti ketentuan lain yang menyangkut kurikulum dalam UU 20/2003 dan PP 19/2005. Panduan yang disusun BSNP terdiri atas dua bagian. Pertama, Panduan Umum yang memuat ketentuan umum pengembangan kurikulum yang dapat diterapkan pada satuan pendidikan dengan mengacu pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang terdapat dalam SI dan SKL. Termasuk dalam ketentuan umum adalah penjabaran amanat dalam UU 20/2003 dan ketentuan PP 19/2005 serta prinsip dan langkah yang harus diacu dalam pengembangan KTSP. Kedua, model KTSP sebagai salah satu contoh hasil akhir pengembangan KTSP dengan mengacu pada SI dan SKL dengan berpedoman pada Panduan Umum yang dikembangkan BSNP. Sebagai model KTSP, tentu tidak dapat mengakomodasi kebutuhan seluruh daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan hendaknya digunakan sebagai referensi.
4.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembangan KurikulumMasyarakat dan bangsa Indonesia memiliki keragaman sosial, budaya,   aspirasi politik, dan kemampuan ekonomi. Keragaman tersebut   berpengaruh langsung terhadap kemampuan guru dalam melaksanakan   kurikulum, kemampuan sekolah dalam menyediakan pengalaman belajar, dan   kemampuan siswa dalam berproses dalam belajar serta mengolah informasi   menjadi sesuatu yang dapat diterjemahkan sebagai hasil belajar. Keragaman itu menjadi suatu variabel bebas yang memiliki   kontribusi sangat signifikan terhadap keberhasilan kurikulum baik   sebagai proses maupun kirikulum sebagai hasil. Oleh karena itu,   keragaman tersebut harus menjadi faktor yang diperhitungkan dan   dipertimbangkan dalam penentuan filsafat, teori, visi, pengembangan   dokumen, sosialisasi kurikulum, dan pelaksanaan kurikulum.   Pengembangan kurikulum di Indonesia harus didasarkan pada faktor-faktor keragaman sosial budaya secara nasional, lingkungan unit pendidikan, dan kebudayaan daerah.
a.  Keragaman sosial budaya nasional menjadi   dasar dalam mengembangkan berbagai komponen kurikulum seperti tujuan, konten, proses, dan evaluasi;
Pengembangan kurikulum untuk negara yang besar, penuh ragam, dan  miskin, seperti Indonesia, bukanlah suatu pekerjaan mudah. Keragaman sosial, budaya, aspirasi politik, dan kemampuan ekonomi memberikan   tekanan yang sama, kalau tidak dapat dikatakan lebih kuat dibandingkan perbedaan filosofi, visi, dan teori yang dianut para pengambil keputusan mengenai kurikulum. Perbedaan filosofi, visi, dan teori   pengambil keputusan seringkali dapat diselesaikan melalui jenjang otoritas yang dimiliki seseorang walaupun dilakukan dalam suatu proses deliberasi yang paling demokratis sekali pun. Ketika perbedaan
filosofi, visi, dan teori itu terselesaikan maka proses pengembangan   dokumen kurikulum dapat dilakukan dengan mudah. Tim yang direkrut  adalah tim yang diketahui memiliki filosofi, visi, dan teori yang  sejalan atau bahkan mereka yang tidak memiliki ketiga kualitas itu tetapi ahli dalam masalah konten yang akan dikembangkan sebagai konten kurikulum.  filosofi, visi, dan teori itu terselesaikan maka proses pengembangan   dokumen kurikulum dapat dilakukan dengan mudah. Tim yang direkrut  adalah tim yang diketahui memiliki filosofi, visi, dan teori yang  sejalan atau bahkan mereka yang tidak memiliki ketiga kualitas itu tetapi ahli dalam masalah konten yang akan dikembangkan sebagai konten kurikulum. 
filosofi, visi, dan teori itu terselesaikan maka proses pengembangan   dokumen kurikulum dapat dilakukan dengan mudah. Tim yang direkrut  adalah tim yang diketahui memiliki filosofi, visi, dan teori yang  sejalan atau bahkan mereka yang tidak memiliki ketiga kualitas itu tetapi ahli dalam masalah konten yang akan dikembangkan sebagai konten kurikulum. 
filosofi, visi, dan teori itu terselesaikan maka proses pengembangan   dokumen kurikulum dapat dilakukan dengan mudah. Tim yang direkrut  adalah tim yang diketahui memiliki filosofi, visi, dan teori yang  sejalan atau bahkan mereka yang tidak memiliki ketiga kualitas itu tetapi ahli dalam masalah konten yang akan dikembangkan sebagai konten kurikulum. 
Kebudayaan merupakan keseluruhan totalitas cara manusia hidup   dan mengembangkan pola kehidupannya sehingga ia tidak saja menjadi   landasan di mana kurikulum dikembangkan tetapi juga menjadi target hasil pengembangan kurikulum.
Keragaman sosial, budaya, aspirasi politik, dan kemampuan ekonomi  adalah suatu realita masyarakat dan bangsa Indonesia. Realita tersebut   memang berposisi sebagai objek periferal dalam proses pengembangan kurikulum nasional. Posisi sebagai objek ini tidak menguntungkan   karena ia seringkali diabaikan oleh para otoritas pengembang   kurikulum. Sayangnya, kedudukannya yang menjadi objek berubah menjadi   subjek dan penentu dalam implementasi kurikulum tetapi tetap tidak   dijadikan landasan ketika guru mengembangkan kurikulum. Padahal   keragaman itu berpengaruh langsung terhadap kemampuan guru dalam melaksanakan kurikulum, kemampuan sekolah dalam menyediakan pengalaman  belajar, dan kemampuan siswa dalam berproses dalam belajar serta  mengolah informasi menjadi sesuatu yang dapat diterjemahkan sebagai   hasil belajar. Artinya, keragaman itu menjadi suatu variabel bebas yang memiliki kontribusi sangat signifikan terhadap keberhasilan   kurikulum baik sebagai proses (curriculum as observed, curriculum as   experienced, curriculum as implemented, curriculum as reality) tetapi   juga kurikulum sebagai hasil.
Posisi keragaman sebagai variabel bebas memang berada pada tataran  sekolah dan masyarakat di mana suatu kurikulum dikembangkan dan   diharapkan menjadi pengubah yang tangguh sesuai dengan kebutuhan  masyarakat yang dapat diperkirakan (perceived needs of a society).   Secara nyata pengaruh tersebut berada pada diri guru yang   bertanggungjawab terhadap pengembangan kurikulum dan pada siswa yang   menjalani kurikulum. Dengan perkataan lain, pengaruh tersebut berada   pada tataran yang tak boleh diabaikan sama sekali di mana studi   kurikulum memperlihatkan kerentanan, dan kemungkinan besar kurikulum   berubah atau bahkan berbeda sama sekali dengan apa yang telah   direncanakan dan diputuskan (Waring, 1982). Oleh karena itu,   keragaman sosial, budaya, ekonomi, dan aspirasi politik harus menjadi   faktor yang diperhitungkan dan dipertimbangkan dalam penentuan   filsafat, teori, visi, pengembangan dokumen, sosialisasi kurikulum, dan pelaksanaan kurikulum.
Masyarakat sebagai sumber belajar harus dapat dimanfaatkan sebagai   sumber konten kurikulum. Oleh karena itu, nilai, moral, kebiasaan,   adat/tradisi, dan cultural traits tertentu harus dapat diakomodasi   sebagai konten kurikulum. Konten kurikulum haruslah tidak bersifat   formal semata tetapi society and cultural-besed, dan open to problems   yang hidup dalam masyarakat. Konten kurikulum haruslah menyebabkan  siswa merasa bahwa sekolah bukanlah institusi yang tidak berkaitan  dengan masyarakat, tetapi sekolah adalah suatu lembaga sosial yang   hidup dan berkembang di masyarakat. Selanjutnya, konten kurikulum   harus dapat menunjang tujuan kurikulum dalam mengembangkan kualitas   kemanusiaan peserta didik. Selain agama, kesusateraan, bahasa,   olahraga, dan kesenian merupakan konten yang dapat menunjang   pengembangan kemanusiaan siswa.
b. Lingkungan unit pendidikan yaitu guru, sumber belajar dan objek belajar yang merupakan bagian dari kegiatan belajar siswa;
Pengembangan kurikulum sebagai proses terjadi pada unit pendidikan   atau sekolah. Pengembangan ini haruslah didahului oleh sosialisasi agar para pengembang (guru) dapat mengembangkan kurikulum dalam bentuk   rencana pelajaran/satuan pelajaran, proses belajar di kelas, dan   evaluasi sesuai dengan prinsip multikultural kurikulum. Sosialisasi   yang dilakukan haruslah dilakukan orang-orang yang terlibat paling   tidak dalam proses pengembangan kurikulum sebagai dokumen apabila   orang yang terlibat dalam pengembangan ide tidak mungkin secara   teknis. Jika terjadi perluasan tim sosialisasi maka anggota tim yang   baru haruslah yang sepenuhnya faham dengan karakteristik kurikulum   multikultural. Pada fase ini, target utama adalah para guru faham dan  berkeinginan untuk mengembangkan kurikulum multikultural dalam kegiatan belajar yang menjadi tanggungjawabnya).
Sekolah bersama dengan komite sekolah dapat bersama-sama merumuskan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan, situasi, dan kondisi lingkungan sekolah. Sekolah dapat bermitra dengan stakeholder pendidikan, misalnya, dunia industri, kerajinan, pariwisata, petani, nelayan, organisasi profesi, dan sebagainya agar kurikulum yang dibuat oleh sekolah benar-benar sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Betapa pun sempurna sebuah kurikulum, bila potensi dan motivasi guru dan siswa tidak memadai maka proses pembelajaran tidak akan terjadi secara optimal. Sebaliknya, bila guru dan murid mempunyai komitmen tinggi untuk melakukan kegiatan pembelajaran yang sebaik-baiknya, dengan kurikulum yang seadanya pun hasil pembelajaran siswa akan diperoleh secara maksimal.
c. Kebutuhan daerah
Berlakunya Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah   tidak akan secara langsung menjadikan pendekatan multikultural berlaku   dalam pengembangan kurikulum di Indonesia. Undang-undang tersebut memberikan wewenang pengelolaan pendidikan kepada pemerintah daerah   mungkin saja akan menghasilkan berbagai kurikulum sesuai dengan visi,   misi, dan persepsi para pengembang kurikulum di daerah.
Kurikulum sebagai ide harus dikembangkan pada tingkat   nasional sedangkan kurikulum dalam bentuk dokumen dapat dikembangkan   di daerah. Seperti dalam alternatif di atas, proses sosialisasi ide   yang telah ditetapkan perlu dilakukan. Dengan demikian keputusan   tentang jenis informasi, bentuk format GBPP, dan komponen kurikulum   (tujuan, konten, proses belajar, dan evaluasi) ditentukan pada tingkat   daerah pula. Tentu saja dengan pendekatan multikultural tingkat  rincian tersebut tetap harus memperhitungkan keragaman kebudayaan di  wilayah tersebut yang menjadi lingkungan eksternal sekolah-sekolah yang ada. Oleh karena itu pengembangan materi ajar dalam kurikulum harus bisa dilebarkan sesuai kebutuhan daerah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar