Dalam menentukan materi pembelajaran atau bahan ajar tidak
lepas dari filsafat dan teori pendidikan dikembangkan. Seperti telah
dikemukakan di atas bahwa pengembangan kurikulum yang didasari filsafat klasik
(perenialisme, essensialisme, eksistensialisme) penguasaan materi pembelajaran
menjadi hal yang utama. Dalam hal ini, materi pembelajaran disusun secara logis
dan sistematis, dalam bentuk :
Teori; seperangkat konstruk atau konsep, definisi atau
preposisi yang saling berhubungan, yang menyajikan pendapat sistematik tentang
gejala dengan menspesifikasi hubungan – hubungan antara variabel-variabel
dengan maksud menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.
Konsep; suatu abstraksi yang dibentuk oleh organisasi dari
kekhususan-kekhususan, merupakan definisi singkat dari sekelompok fakta atau
gejala.
Generalisasi; kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang
khusus, bersumber dari analisis, pendapat atau pembuktian dalam penelitian.
Prinsip; yaitu ide utama, pola skema yang ada dalam
materi yang mengembangkan hubungan antara beberapa konsep.
Prosedur; yaitu seri langkah-langkah yang berurutan
dalam materi pelajaran yang harus dilakukan peserta didik.
Fakta; sejumlah informasi khusus dalam materi yang
dianggap penting, terdiri dari terminologi, orang dan tempat serta kejadian.
Istilah, kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus yang
diperkenalkan dalam materi.
Contoh/ilustrasi, yaitu hal atau tindakan atau proses yang
bertujuan untuk memperjelas suatu uraian atau pendapat.
Definisi:yaitu penjelasan tentang makna atau pengertian
tentang suatu hal/kata dalam garis besarnya.
Preposisi, yaitu cara yang digunakan untuk menyampaikan
materi pelajaran dalam upaya mencapai tujuan kurikulum.
Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat
progresivisme lebih memperhatikan tentang kebutuhan, minat, dan kehidupan peserta
didik. Oleh karena itu, materi pembelajaran harus diambil dari dunia peserta
didik dan oleh peserta didik itu sendiri. Materi pembelajaran yang didasarkan
pada filsafat konstruktivisme, materi pembelajaran dikemas sedemikian rupa
dalam bentuk tema-tema dan topik-topik yang diangkat dari masalah-masalah
sosial yang krusial, misalnya tentang ekonomi, sosial bahkan tentang alam.
Materi pembelajaran yang berlandaskan pada teknologi pendidikan banyak diambil
dari disiplin ilmu, tetapi telah diramu sedemikian rupa dan diambil hal-hal
yang esensialnya saja untuk mendukung penguasaan suatu kompetensi. Materi
pembelajaran atau kompetensi yang lebih luas dirinci menjadi bagian-bagian atau
sub-sub kompetensi yang lebih kecil dan obyektif.
Dengan melihat pemaparan di atas, tampak bahwa dilihat dari filsafat yang melandasi pengembangam kurikulum terdapat perbedaan dalam menentukan materi pembelajaran,. Namun dalam implementasinya sangat sulit untuk menentukan materi pembelajaran yang beranjak hanya dari satu filsafat tertentu., maka dalam prakteknya cenderung digunakan secara eklektik dan fleksibel..
Berkenaan dengan penentuan materi pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, pendidik memiliki wewenang penuh untuk menentukan materi pembelajaran, sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang hendak dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran. Dalam prakteknya untuk menentukan materi pembelajaran perlu memperhatikan hal-hal berikut :.
Dengan melihat pemaparan di atas, tampak bahwa dilihat dari filsafat yang melandasi pengembangam kurikulum terdapat perbedaan dalam menentukan materi pembelajaran,. Namun dalam implementasinya sangat sulit untuk menentukan materi pembelajaran yang beranjak hanya dari satu filsafat tertentu., maka dalam prakteknya cenderung digunakan secara eklektik dan fleksibel..
Berkenaan dengan penentuan materi pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, pendidik memiliki wewenang penuh untuk menentukan materi pembelajaran, sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang hendak dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran. Dalam prakteknya untuk menentukan materi pembelajaran perlu memperhatikan hal-hal berikut :.
Sahih (valid); dalam arti materi yang dituangkan dalam
pembelajaran benar-benar telah teruji kebenaran dan kesahihannya. Di samping
itu, juga materi yang diberikan merupakan materi yang aktual, tidak ketinggalan
zaman, dan memberikan kontribusi untuk pemahaman ke depan.
Tingkat kepentingan; materi yang dipilih benar-benar
diperlukan peserta didik. Mengapa dan sejauh mana materi tersebut penting untuk
dipelajari.
Kebermaknaan; materi yang dipilih dapat memberikan manfaat
akademis maupun non akademis. Manfaat akademis yaitu memberikan dasar-dasar
pengetahuan dan keterampilan yang akan dikembangkan lebih lanjut pada jenjang
pendidikan lebih lanjut. Sedangkan manfaat non akademis dapat mengembangkan
kecakapan hidup dan sikap yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
Layak dipelajari; materi memungkinkan untuk dipelajari, baik
dari aspek tingkat kesulitannya (tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit)
maupun aspek kelayakannya terhadap pemanfaatan materi dan kondisi setempat.
Menarik minat; materi yang dipilih hendaknya menarik minat
dan dapat memotivasi peserta didik untuk mempelajari lebih lanjut, menumbuhkan
rasa ingin tahu sehingga memunculkan dorongan untuk mengembangkan sendiri
kemampuan mereka.
Terlepas dari filsafat yang mendasari pengembangan materi,
Nana Syaodih Sukamadinata (1997) mengetengahkan tentang sekuens susunan materi
pembelajaran, yaitu :
Sekuens kronologis; susunan materi pembelajaran yang
mengandung urutan waktu.
Sekuens kausal; susunan materi pembelajaran yang mengandung
hubungan sebab-akibat.
Sekuens struktural; susunan materi pembelajaran yang mengandung
struktur materi.
Sekuens logis dan psikologis; sekuensi logis merupakan
susunan materi pembelajaran dimulai dari bagian menuju pada keseluruhan, dari
yang sederhana menuju kepada yang kompleks. Sedangkan sekuens psikologis
sebaliknya dari keseluruhan menuju bagian-bagian, dan dari yang kompleks menuju
yang sederhana. Menurut sekuens logis materi pembelajaran disusun dari nyata ke
abstrak, dari benda ke teori, dari fungsi ke struktur, dari masalah bagaimana
ke masalah mengapa.
Sekuens spiral ; susunan materi pembelajaran yang
dipusatkan pada topik atau bahan tertentu yang populer dan sederhana, kemudian
dikembangkan, diperdalam dan diperluas dengan bahan yang lebih kompleks.
Sekuens rangkaian ke belakang; dalam sekuens ini mengajar
dimulai dengan langkah akhir dan mundur kebelakang. Contoh pemecahan masalah
yang bersifat ilmiah, meliputi 5 langkah sebagai berikut : (a) pembatasan
masalah; (b) penyusunan hipotesis; (c) pengumpulan data; (d) pengujian
hipotesis; dan (e) interpretasi hasil tes.
Dalam mengajarnya, guru memulai dengan langkah (a) sampai
(d), dan peserta didik diminta untuk membuat interprestasi hasilnya (e). Pada
kasempatan lain guru menyajikan data tentang masalah lain dari langkah (a)
sampai (c) dan peserta didik diminta untuk mengadakan pengetesan hipotesis (d)
dan seterusnya.
Sekuens berdasarkan hierarki belajar; prosedur pembelajaran
dimulai menganalisis tujuan-tujuan yang ingin dicapai, kemudian dicari suatu
hierarki urutan materi pembelajaran untuk mencapai tujuan atau kompetensi tersebut.
Hierarki tersebut menggambarkan urutan perilaku apa yang mula-mula harus
dikuasai peserta didik, berturut-berturut sampai dengan perilaku terakhir.
CStrategi
pembelajaranTelah disampaikan di atas bahwa dilihat dari filsafat dan teori pendidikan yang melandasi pengembangan kurikulum terdapat perbedaan dalam menentukan tujuan dan materi pembelajaran, hal ini tentunya memiliki konsekuensi pula terhadap penentuan strategi pembelajaran yang hendak dikembangkan. Apabila yang menjadi tujuan dalam pembelajaran adalah penguasaan informasi-intelektual,–sebagaimana yang banyak dikembangkan oleh kalangan pendukung filsafat klasik dalam rangka pewarisan budaya ataupun keabadian, maka strategi pembelajaran yang dikembangkan akan lebih berpusat kepada guru. Guru merupakan tokoh sentral di dalam proses pembelajaran dan dipandang sebagai pusat informasi dan pengetahuan. Sedangkan peserta didik hanya dianggap sebagai obyek yang secara pasif menerima sejumlah informasi dari guru. Metode dan teknik pembelajaran yang digunakan pada umumnya bersifat penyajian (ekspositorik) secara massal, seperti ceramah atau seminar. Selain itu, pembelajaran cenderung lebih bersifat tekstual.
Strategi pembelajaran yang berorientasi pada guru tersebut mendapat reaksi dari kalangan progresivisme. Menurut kalangan progresivisme, yang seharusnya aktif dalam suatu proses pembelajaran adalah peserta didik itu sendiri. Peserta didik secara aktif menentukan materi dan tujuan belajarnya sesuai dengan minat dan kebutuhannya, sekaligus menentukan bagaimana cara-cara yang paling sesuai untuk memperoleh materi dan mencapai tujuan belajarnya. Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik mendapat dukungan dari kalangan rekonstruktivisme yang menekankan pentingnya proses pembelajaran melalui dinamika kelompok.
Pembelajaran cenderung bersifat kontekstual, metode dan teknik pembelajaran yang digunakan tidak lagi dalam bentuk penyajian dari guru tetapi lebih bersifat individual, langsung, dan memanfaatkan proses dinamika kelompok (kooperatif), seperti : pembelajaran moduler, obeservasi, simulasi atau role playing, diskusi, dan sejenisnya.
Dalam hal ini, guru tidak banyak melakukan intervensi. Peran guru hanya sebagai fasilitator, motivator dan guider. Sebagai fasilitator, guru berusaha menciptakan dan menyediakan lingkungan belajar yang kondusif bagi peserta didiknya. Sebagai motivator, guru berupaya untuk mendorong dan menstimulasi peserta didiknya agar dapat melakukan perbuatan belajar. Sedangkan sebagai guider, guru melakukan pembimbingan dengan berusaha mengenal para peserta didiknya secara personal.
Selanjutnya, dengan munculnya pembelajaran berbasis teknologi yang menekankan pentingnya penguasaan kompetensi membawa implikasi tersendiri dalam penentuan strategi pembelajaran. Meski masih bersifat penguasaan materi atau kompetensi seperti dalam pendekatan klasik, tetapi dalam pembelajaran teknologis masih dimungkinkan bagi peserta didik untuk belajar secara individual. Dalam pembelajaran teknologis dimungkinkan peserta didik untuk belajar tanpa tatap muka langsung dengan guru, seperti melalui internet atau media elektronik lainnya. Peran guru dalam pembelajaran teknologis lebih cenderung sebagai director of learning, yang berupaya mengarahkan dan mengatur peserta didik untuk melakukan perbuatan-perbuatan belajar sesuai dengan apa yang telah didesain sebelumnya.
Berdasarkan uraian di atas, ternyata banyak kemungkinan untuk menentukan strategi pembelajaran dan setiap strategi pembelajaran memiliki kelemahan dan keunggulannya tersendiri.
Terkait dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, belakangan ini mulai muncul konsep pembelajaran dengan isitilah PAKEM, yang merupakan akronim dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. Oleh karena itu, dalam prakteknya seorang guru seyogyanya dapat mengembangkan strategi pembelajaran secara variatif, menggunakan berbagai strategi yang memungkinkan siswa untuk dapat melaksanakan proses belajarnya secara aktif, kreatif dan menyenangkan, dengan efektivitas yang tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar